Perbandingan Kadar Hemoglobin pada Bayi yang Diberikan Makanan Pendamping ASI Buatan Pabrik dengan Buatan Rumahan

Hani Hilda Kartika, Dida Akhmad Gurnida, Aris Primadi

Sari


Latar belakang. Anemia merupakan masalah kesehatan global di dunia. Penyebab tertinggi anemia adalah defisiensi besi, umumnya terjadi setelah usia 6 bulan saat masa penyapihan. Dinegara berkembang, orangtua lebih sering memberikan MPASI buatan rumahan yang seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan zat mikronutrien dibandingkan MPASI berfortifikasi buatan pabrik karena alasan ekonomi.
Tujuan. Mendapatkan gambaran perbedaan kadar Hemoglobin (Hb) bayi yang diberikan MPASI buatan pabrik dengan buatan rumahan.
Metode. Penelitian analitik komparatif potong lintang dilaksanakan pada Mei-Juni 2018 di wilayah kerja Puskesmas Garuda kota Bandung pada bayi usia 7-8 bulan secara consecutive sampling yang memenuhi kiteria inklusi untuk masing-masing kelompok MPASI buatan pabrik dan buatan rumahan. Dilakukan pengukuran kadar Hb dan recall pemberian makanan dalam 7 hari terakhir. Uji statistik dilakukan menggunakan uji t dan Mann Whitney dengan tingkat kemaknaan p<0,05.
Hasil.Terdapat 36 bayi terbagi dalam 2 kelompok. Rerata kadar Hb bayi kelompok MPASI buatan pabrik 11,48 g/dL (0,85 SD), kelompok buatan rumahan 10,8 g/dL (1,2 SD). Didapatkan perbedaan yang bermakna antara jenis MPASI dengan kadar Hb (p<0.03).
Kesimpulan.Kadar hemoglobin bayi yang mendapatkan MPASI buatan pabrik lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapatkan MPASI buatan rumahan. MPASI berfortifikasi buatan pabrik dapat diberikan sebagai salah satu upaya pencegahan anemia.


Kata Kunci


Buatan pabrik; buatan rumahan; hemoglobin; MPASI; zat besi.

Teks Lengkap:

PDF

Referensi


WHO. Iron deficiency anemia assessment, prevention, and control a guide for programme managers. Geneva: WHO; 2001.h.1-132.

Kemenkes. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kemenkes 2013.h.1-

Kassebaum NJ, Jasrasaria R, Naghavi M, Wulf SK, Johns N. A systematic analysis of global anemia burden from 1990 to 2010. Blood 2014;123:615-25.

Barkley JS, Kendrick KL, Codling K, Muslimtun S, Pachón H. Anaemia prevalence over time in Indonesia: estimates from the 1997, 2000, and 2008 Indonesia Family Life Surveys. Asia Pac J Clin Nutr 2015;24:452-5.

Domello M, Hernell O. Iron-deficiency anaemia during the first two years of life. Scandinavian J Nutr 2002;46:20-30.

Maguire JL, Salehi L, Birken C, dkk. Association between total duration of breastfeeding and iron deficiency. Pediatrics 2013;131:1530.

Guyton A, Hall JE. Textbook of medical physiology in red blood cells, anemia and blood clotting. Edisi ke-13. London : Elsevier; 2015.h.419-28.

WHO. Appropriate complementary feeding. Diakses pada tanggal 1 April 2018. Didapat dari: www.who.int.

Asosiasi Dietesien Indonesia, Persatuan Ahli Gizi Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia . Penuntun Diet Anak dalam Makanan Pendamping ASI. Edisi ke-2. Jakarta; 2009.h.15-24.

Abeshu MA, Lelisa A, Geleta B. Complementary feeding: Review of reccomendations, feeding practices and adequacy of homemade complementary food preparations in developing countries-lesson from Etiophia. Frontiers in nutrition 2016;3:41.

Fontaine O. Conclusions and recommendations of the WHO consultation on prevention and control of iron deficiency in infants and young children in malaria-endemic areas. Food and Nutr Bul 2007:28:621-31.

Patron AP, Hutton ZV, Garg P, Rao S, Eldridge AL, Detzel P. The association between complementary foods and hemoglobin concentration in Indian infant. J Hun Nutr Food Sci 2017;5:1105.

Lestari ED, Moelya AG, Rohana E, Wiboworini B. Relation of complementary food and anemia in urban underpriviliged children in Surakarta. Pediatrica Indones 2007;47:196-201.

Ashis KC, Rana Nisha RN, Alqvist M, Ranneberg LJ, Subedi K, Anderson O. Effects of delayed umbilical cord clamping on anemia in infants at 8 and 12 months a randomized clinical trial. JAMA Pediatr 2017;171:264-70.

Giyantini H, Indjradinata P, Garna H. Perbedaan status besi bayi normal yang mendapat air susu ibu eksklusif dengan susu formula standar. Sari Pediatri 2013;15:127-32.

Diana A, Mallard SR, Haszard JJ, dkk. Consumption of fortified infant foods reduces dietary diversity but has a positive effect on subsequent growth in infants from Sumedang district, Indonesia. Plos one 2017:1-17.

Kemenkes. Keputusan menteri kesehatan tentang fortifikasi tepung terigu NO 1452/MENKES/SK/X/2003. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2003.h.1-3.

Kemenkes. Standar bubuk tabur gizi NO 2409/MENKES/PER/XII/2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.h.1-8.

Paganini D, Uyoga MMA, Zimmermann MB. Iron fortification of foods for infants and children in low income countries : Effects on the gut microbiome, gut inflamation and diarrhea. Nutrients 201:8:494-504.

Osendarp SJM, Broersen B, van Liere MK, dkk. Complementary feeding diets made of local foods can be optimized, but additional interventions will be needed to meet iron and zinc requirements in 6- to 23-month-old children in low- and middle-income countries. Food Nutr Bull 2016;37:544-70.

Hilbig A, Foterek K, Kersting M, Alexy U. Home-made and commercial complementary food in German infants: results of the DONALD study. J Hum Nutr Diet 2015;28:613-22.




DOI: http://dx.doi.org/10.14238/sp20.5.2019.276-82

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.


##submission.copyrightStatement##

##submission.license.cc.by-nc-sa4.footer##

Informasi Editorial:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Jl. Salemba I No 5, Jakarta 10430, Indonesia
Phone/Fax: +62-21-3912577
Email: editorial [at] saripediatri.org

Lisensi Creative Commons
Sari Pediatri diterbitkan oleh Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.